1. Tradisi Nusantara Sebelum Islam
Jauh sebelum Islam masuk dan berkembang di Nusantara, masyarakat telah memiliki keragaman budaya dan tradisi. Bahkan sebelum agama Hindu-Buddha masuk ke Indonesia
masyarakat telah memiliki kepercayaan kepada benda-benda alam dan ruh nenek moyang. Kepercayaan kepada benda-benda alam dan ruh nenek moyang ini berpengaruh pada pola kehidupan masyarakat. Banyak upacara dilakukan sebelum melakukan kegiatan tertentu. Misalnya ritual sebelum melaksanakan hajatan, kelahiran, perkawinan, kematian dan lain sebagainya. Tradisi ini mereka lakukan turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Mereka patuh menjalankan tradisi tersebut karena beranggapan jika terjadi bencana akan mendapat kutukan dari nenek moyang yang akibatnya akan mendatangkan bencana di tengah-tengah masyarakat.
Masuknya agama Hindu[1]Buddha ke Indonesia tidak menyebabkan tradisi-tradisi ter[1]sebut musnah, justru semakin tumbuh dan berkembang. Hal ini dikarenakan pengaruh agama Hindu-Buddha menyesuaikan dengan tradisi-tradisi di masya-rakat. Bentuknya adalah dengan mengubah cara-cara upacara sehingga sesuai dengan nilai[1]nilai ajaran Hindu-Buddha. Masuknya kebudayaan Hindu-Buddha dari India ke Nusantara melalui masa tertinggal dengan kondisi kehidupan masyarakat. Tentu saja kesalahan ini tanpa menghilangkan unsur asli budaya Nusantara. Di antara pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha dalam kebudayaan Indonesia, misalnya tampak pada seni rupa dan seni ukir. Di bidang seni rupa dan seni ukir ini terlihat pada relief atau seni ukir pada dinding[1]dinding candi. Sebagai contoh, pada relief Candi Borobudur tampak adanya perahu bercadik yang merupakan gambaran pelaut nenek moyang bangsa Indonesia. Ada pula relief yang menggambarkan riwayat sang Buddha sekaligus gambaran lingkungan alam Indonesia.
Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha juga tampak pada bidang seni bangunan, misalnya pada bentuk bangunan candi. Di India, candi merupakan kuil untuk memuja para dewa dengan bentuk stupa. Sedangkan di Indonesia, candi selain sebagai tempat pemujaan, juga berfungsi sebagai makam raja atau untuk tempat menyimpan abu jenazah raja yang telah meninggal. Candi ini sebagai tanda penghormatan masyarakat terhadap sang raja.
Di atas makam sang raja biasanya didirikan patung raja yang mirip dengan dewa yang dipujanya. Hal ini sebagai perpaduaan antara fungsi candi di India dan tradisi pemakaman dan pemujaan ruh nenek moyang di Indonesia. Sehingga, bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya adalah punden berundak, yaitu bangunan tempat pemujaan ruh nenek moyang. Contoh ini dapat dilihat pada bangunan candi Borobudur.
2. Akulturasi Budaya Islam
Akulturasi merupakan percampuran antara unsur kebudayaan yang satu dengan kebudayaan lain sehingga terbentuk kebudayaan yang baru tanpa menghilangkan sama sekali ciri khas masing-masing proses kebudayaan. Kedatangan ajaran Islam di Nusantara juga mengalami proses akulturasi dengan kebudayaan Nusantara saat itu.
Bentuk budaya sebagai hasil dari proses akulturasi, tidak hanya bersifat kebendaan atau materi tetapi juga perilaku masyarakat Indonesia. Budaya ini kemudian dikenal dengan istilah budaya Islam. Budaya Islam adalah segala macam bentuk cipta, rasa, dan karsa yang berasal dan berkembang dalam masyarakat serta memiliki pengaruh dari Islam. Budaya dalam pandangan Islam adalah sebuah tata nilai dan tradisi yang berkembang dari ajaran Islam. Tata nilai tersebut merupakan hasil penterjemahan dari pokok-pokok ajaran Al Quran dan hadis dalam kehidupan nyata. Sedangkan yang dimaksud dengan tradisi Islam adalah kebiasaan atau kebiasaan istiadat yang dilakukan turun temurun oleh masyarakat, dan di dalamnya ajaran ajaran-ajaran Islam. Sebenarnya Islam membuka diri terhadap budaya-budaya dari luar Islam.
Islam mempersilakan ide untuk berpendapat, mengemukakan ide dan ide, atau menciptakan budaya tertentu, asalkan prinsip-prinsip sebagai berikut.
Sebuah. Tidak melanggar ketentuan hukum halal-haram.
b. Mendatangkan mashlahat (ke [1] baikan) dan tidak menimbulkan mafsadat (kerusakan).
c. Sesuai dengan prinsip al-Wala` (kecintaan yang hanya kepada Allah Swt. Dan apa saja yang dicintai Allah Swt.) Dan al-Bara` (berlepas diri dan menghubungkan dari apa saja yang dibenci oleh Allah Swt.).
Prinsip prinsip di atas menjadi bahan baku baru bagi umat Islam dalam sebuah budaya-budaya lain di luar Islam. Ketiga prinsip tersebut akan lahir sebuah kebudayaan Islam yang memiliki ciri khusus, yaitu budaya yang berasaskan tauhid kepada Allah Swt. Kita dapatakan untuk dapat atau mengambil manfaat dari budaya bangsa-bangsa lain, selama tiga prinsip di atas tidak dilanggar. Kesenian termasuk dalam unsur kebudayaan, sebab perwujudan dari kebudayaan tidak terlepas dari hasil olah pikir dan perilaku manusia lewat bahasa, pergaulan, dan organisasi sosial. Kesenian merupakan salah satu media paling mudah diterima dalam penyebaran Islam. Salah satu buktinya adalah penyebaran Islam dengan menggunakan media wayang kulit dan gamelan seperti yang dilakukan Sunan Kalijaga.
Berikut ini adalah seni budaya Nusantara yang memiliki pengaruh dari ajaran Islam.
1) Nama-Nama Bulan dalam Jawa
Masuknya Islam ke Indonesia, membawa pengaruh pada sistem penanggalan. Islam menggunakan kalender Hijriah yang berpatokan pada perputaran bulan. Bentuk akulturasi antara penanggalan Islam dengan penanggalan Jawa dapat terlihat pada penamaan bulan sebagai berikut:
2) Masjid Seni Bangunan
Wujud akulturasi terlihat dalam bangunan masjid kuno, yaitu dilihat dari bentuk bangunan, menara dan letak masjid. Sebagian besar bentuk bangunan masjid di Indonesia terutama di Jawa berbentuk seperti pendopo yang berbentuk bujur sangkar. Selain itu atap masjid berbentuk tumpang. Atap tersebut tersusun ke atas lebih kecil dan tingkat teratas disebut dengan limas. Jumlah tumpang biasanya gasal. Bentuk masjid seperti ini disebut dengan meru. Bentuk tumpang ini merupakan akulturasi dengan Hindu, di mana pura milik orang Hindu berbentuk tumpang.
Bentuk atap sangat berbeda dengan masjid-masjid di Timur Tengah. Menara berfungsi sebagai tempat menyerukan azan. Bentuk akulturasi terlihat pada menara Masjid Kudus yang terbuat dari terakota yang tersusun seperti candi, sedangkan di Banten bentuk menara ikon mercusuar di Eropa. Selain bentuk masjid dan menara, letak masjid juga memiliki ciri khusus. Sebagian besar masjid di Indonesia terletak di sebelah barat alun-alun istana atau keraton. Selain itu masjid juga di dekat makam, terutama makam raja-raja.
3) Seni Ukir dan Kaligra!
Seni ukir yang dimaksud adalah seni ukir hias untuk hiasan masjid, bangunan makam di bagian jirat, nisan, cungkup dan tiang cungkup. Seni ukir hias ini antara lain berupa daun, motif bunga (teratai), bukit bukti karang, panomara alam, dan ukiran kaligrafi. Kaligrafi adalah seni menulis indah dengan merangkaikan huruf-huruf Arab atau ayat suci Al Quran , hadis, asma Allah Swt., Shalawat atau katakata hikmah sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Kaligra! Islam sering disebut dengan istilah khat. Kaligra! sebagai motif hiasan dapat dijumpai di masjid-masjid kuno, seperti ukir-ukiran yang terdapat pada masjid di Jepara dan sekitarnya. Bahkan masjid-masjid sekarang juga banyak dijumpai tulisan kaligrafi, seperti pada bagian dalam dan luar masjid, dinding, mimbar bahkan di tiang-tiangnya.
4) Seni Tari
Di beberapa daerah di Indonesia terdapat bentuk-bentuk tarian yang berkaitan dengan bacaan shalawat. Misalnya pada seni rebana mengikuti tari-tarian Zipin, bacaan shalawat dengan menggunakan lagu-lagu tertentu. Tari Zipin adalah sebuah tarian yang
mengiringi musik qasidah dan gambus. Tari Zipin diperagakan dengan gerak tubuh yang indah dan lincah. Musik yang mengiringinya berirama padang pasir atau daerah Timur Tengah. Tari Zipin biasa dipentaskan pada upacara atau upacara tertentu misalnya: khitanan, pernikahan dan peringatan hari besar Islam lainnya. Disamping Tari Zipin, ada Tari Seudati dari Aceh. Tarian ini sering disebut tari Saman. Seudati berasal dari kata Syaidati yang berarti permainan orang-orang besar. Disebut sebagai Tari Saman karena mula-mula permainan yang dimainkan oleh delapan orang. Saman berasal dari bahasa Arab yang artinya delapan. Dalam tari Seudati para penari menyanyikan lagu tertentu yang berupa shalawat.
5) Seni Musik
Kebudayaan Islam kita juga mengenal seni musik berupa rebana, hadrah, qasidah, nasyid dan gambus yang melantunkan lagu-lagu dengan syair Islami. Hadrah adalah salah satu jenis alat musik yang bernafaskan Islam.
Seni suara yang diiringi dengan rebana (perkusi dari kulit hewan) sebagai alat musiknya. Sedang lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu yang bernuansa Islami yaitu
tentang pujian kepada Allah Swt. Dan sanjungan kepada Nabi Muhammad saw. Pada zaman sekarang, hadrah kesenian biasanya hadir ketika acara pernikahan, akikahan atau sunatan.
Qasidah artinya suatu jenis suara yang nasihatnasihat keislaman. Lagu dan syairnya banyak mengandung dakwah Islamiyah yang berupa nasihat-nasihat, shalawat kepada Nabi dan doadoa. Biasanya qasidah diiringi dengan musik rebana. Sejarah pertama kali penggunaan musik rebana adalah ketika Rasulullah saw. Hijrah dari Mekah menuju Madinah. Sesampainya di Madinah Rasulullah saw. disambut dengan meriah di Madinah dengan lantunan musik rebana.
6) Seni Pertunjukan
Seni pertunjukkan wayang kulit merupakan perpaduan kebudayaan Jawa dengan unsur keislaman. Bagi orang Jawa, wayang bukan hanya sebagai tontonan, tetapi juga wejangan (nasihat-nasihat) karena sarat dengan pesan-pesan moral yang menjadi! Lsafat hidup orang Jawa.
Pertunjukan wayang diiringi oleh seperangkat alat musik gamelan. Wayang pada mulanya dibuat dari kulit kerbau, hal ini dimulai pada zaman Raden Patah. Dahulunya lukisan seperti bentuk manusia, kemudian para wali mengubah bentuknya. Dari yang semula lukisan wajah menghadap lurus kemudian agak dimiringkan. Sumber cerita dalam mementaskan wayang diilhami dari Kitab Ramayana dan Mahabarata. Tentunya para Wali menjadi berita utama keislaman, sehingga tidak ada unsur kemusyrikan di dalamnya. Salah satu lakon yang terkenal dalam pewayangan ini adalah Jimas Kalimasada yang dalam Islam menjadi Jimad Kalimat Syahadat.
7) Seni Sastra
Seni sastra yang berkembang pada zaman Islam pada umumnya berkembang di daerah sekitar Selat Malaka (daerah Melayu) dan di Jawa. Ditinjau dari corak dan isinya, kesusastraan zaman Islam dibagi menjadi beberapa jenis. Meskipun pembagian itu tidak dapat dilakukan secara tegas sebab sering terjadi suatu naskah dapat dimasukkan ke dalam dua golongan sekaligus. Jenis-jenis karya sastra yang sesuai dengan ajaran Islam di antaranya sebagai berikut.
a) Babad
Babad adalah dongeng yang sengaja diubah sebagai cerita sejarah. Dalam babad, tokoh, tempat, dan peristiwa hampir semua ada sejarah, tetapi penggambarannya dilakukan secara berlebihan. Babad merupakan campuran antara fakta sejarah, mitos dan kepercayaan. Contohnya Babad Tanah Jawi, Babad Cirebon, Babad Mataram, Babad Surakarta, Babad Giyanti, dan Babad Pakepung.
Di daerah Melayu, babad dikenal dengan nama sejarah sarasilah (silsilah) atau tambo, yang juga diberi judul hikayat. Contoh Tambo Minangkabau, Hikayat Raja-raja Pasai, dan Hikayat Sarasilah Perak.
b) Hikayat
Hikayat adalah cerita atau dongeng yang biasanya penuh dengan keajaiban dan keanehan. Tidak jarang hikayat berpangkal pada tokoh-tokoh sejarah atau peristiwa yang benar-benar terjadi. Di antara hikayat yang terkenal adalah hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat 1001 malam, Hikayat Bayan Budiman dan lain-lain.
c) Suluk
Suluk adalah kitab-kitab yang menguraikan soal tasawuf. Kitab suluk sangat rnenarik karena sifatnya pantheisme, yaitu menjelaskan tentang bersatunya manusia dengan Tuhan (manunggaling kawulo lan Gusti). Pujangga-pujangga kerajaan dan para wali yang menghasilkan karya-karya sastra jenis suluk adalah seperti di bawah ini.
a) Sunan Bonang mengembangkan ilmu suluk dalam bentuk puisi yang dibukukan dalam Kitab Bonang.
b) Hamzah Fansuri menghasilkan karya sastra dalam bentuk puisi yang bernafaskan keislaman, misalnya Syair Perahu dan Syair Dagang.
c) Syekh Yusuf, seorang ulama Makassar yang diangkat sebagai pujangga di kerajaan Banten, menulis beberapa buku tentang tasawuf.
8) Kesenian Debus
Video Kesenian debus difungsikan sebagai alat untuk membangkitkan semangat para pejuang dalam melawan penjajah. Debus merupakan seni bela diri untuk memupuk rasa percaya diri dalam menghadapi musuh. Video seni ini mempertunjukkan kekerasan tubuh terhadap benda-benda tajam. Filosof dari kesenian ini adalah kepasrahan kepada Allah Swt. yang menyebabkan mereka memiliki kekuatan untuk menghadapi bahaya.
3. Melestarikan Tradisi Islam di Nusantara
Tradisi adalah kebiasaan atau adat istiadat yang dilakukan turun temurun oleh masyarakat. Diketahui bahwa sebelum Islam datang, masyarakat Nusantara sudah mengenal berbagai kepercayaan dan memiliki beragam tradisi lokal. Melalui pengalaman Islam maka kepercayaan dan tradisi di Nusantara tersebut membaur dan mengukur nilai-nilai Islam. Karenanya muncullah tradisi Islam Nusantara sebagai bentuk akulturasi antara ajaran Islam dengan tradisi lokal Nusantara.
Tradisi Islam di Nusantara digunakan sebagai metode dakwah para ulama zaman itu. Para ulama tidak memusnahkan secara total tradisi yang telah ada di masyarakat. Mereka murtad ajaran-ajaran Islam ke dalam tradisi tersebut, dengan harapan masyarakat tidak hilang adat dan ajaran Islam dapat diterima.
Seni budaya, adat, dan tradisi yang bernapaskan Islam tumbuh dan berkembang di Nusantara. Tradisi ini sangat bermanfaat bagi penyebaran Islam di Nusantara. Untuk menciptakan kita sebagai generasi muda Islam harus mampu merawat, melestarikan, mengembangkan dan menghargai hasil karya para ulama terdahulu. Pemberian zaman modern sekarang ini ada sebagian kelompok yang mengharamkan dan ada sebagian yang menghalalkan. Mereka yang mengharamkan beralasan pada zaman Rasulullah saw. tidak pernah ada. Mereka yang membolehkan dengan dasar bahwa tradisi tersebut digunakan sebagai sarana dakwah dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Kita sebagai generasi penerus Islam kita harus bijaksana dalam menyikapi tradisi tersebut. Memang harus ada bukti tradisi-tradisi lokal yang tidak sesuai dengan Islam. Tradisi ini harus kita tolak, Para ulama dan wali pada zaman dahulu tentu telah mempertimbangkan tradisi-tradisi tersebut dengan sangat matang baik dari segi madharatmafsadat maupun halal-haramnya. Mereka sangat paham hukum agama, sehingga tidak mungkin mereka menciptakan tradisi tanpa pertimbangan-pertimbangan tersebut.
Banyak tradisi atau budaya Islam yang berkembang hingga saat ini. Semuanya mencerminkan kekhasan daerah atau tempat masingmasing. Berikut ini adalah beberapa tradisi atau budaya Islam yang dimaksud.
a. Halal Bihalal
Halal bihalal dilakukan pada Bulan Syawal, berupa acara saling bermaaf-maafan. Setelah umat Islam selesai puasa ramadhan sebulan penuh maka dosa-dosanya telah diampuni oleh Allah Swt. Namun, dosa sesama manusia belum akan diampuni Allah Swt. jika belum mendapat kehalalan atau dimaafkan oleh orang tersebut. Oleh karena itu tradisi halal bihalal dilakukan dalam rangka saling memaafkan atas dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan agar kembali kepada! trah (kesucian). Tradisi ini eratnya dengan Anugerah Idul Fitri.
Tujuan halal selain saling bermaafan adalah untuk menjalin tali silaturahim dan mempererat tali persaudaraan. Sampai saat ini tradisi ini dilakukan di semua lapisan masyarakat. Mulai keluarga, tingkat RT sampai istana kepresidenan. Bahkan acara halal bihalal sudah menjadi tradisi nasional yang bernafaskan Islam.
Istilah halal bihalal berasal dari bahasa Arab (halla atau halal) tetapi tradisi halal bi halal itu sendiri adalah tradisi khas bangsa Indonesia, bukan berasal dari Timur Tengah. Bahkan bisa jadi ketika arti kata ini ditanyakan kepada orang Arab, mereka akan kebingungan dalam
menjawabnya. Halal bihalal sebagai sebuah tradisi khas Islam Indonesia, lahir dari sebuah proses sejarah. Tradisi ini digali dari kesadaran batin tokoh-tokoh umat Islam masa lalu untuk membangun hubungan yang harmonis (silaturahim) antar umat. Dengan acara halal bihalal, pemimpin agama, tokoh-tokoh masyarakat dan pemerintah akan berkumpul, saling bertukar informasi. Dari komunikasi ini akan mempererat kekeluargaan dan dapat menyelesaikan berbagai masalah yang ada.
Pada acara halal bihalal semua orang mengucapkan maaf lahir dan batin. Hal ini mengandung maksud bahwa ketika lahir telah memaafkan yang dengan berjabat tangan atau kata maaf, maka batinnya juga harus dengan tulus memaafkan dan tidak lagi tersisa rasa dendam dan sakit hati.
b. Tabot atau Tabuik
Tabot atau Tabuik, adalah upacara tradisional masyarakat Bengkulu untuk mengenang kisah kepahlawanan dan kematian Hasan dan Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad saw. Kedua cucu Rasulullah saw. ini gugur dalam peperangan di Karbala, Irak pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah (681 M). Perayaan di Bengkulu pertama kali dilaksanakan oleh Syaikh Burhanuddin yang dikenal sebagai Imam Senggolo pada tahun 1685. Syaikh Burhanuddin menikah dengan wanita Bengkulu kemudian keturunannya disebut sebagai keluarga Tabot. Upacara ini dilaksanakan dari 1 sampai 10 Muharram (berdasar kalendar Islam) setiap tahun.
Istilah Tabot berasal dari kata Arab, “tabut”, yang secara har! Ah berarti kotak kayu atau peti. Tidak ada catatan tertulis sejak upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu. Namun, diduga kuat tradisi ini dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. Para tukang bangunan tersebut, didatangkan oleh Inggris dari Madras dan Bengali di bagian selatan India.
c. Kupatan (Bakdo Kupat)
Di Pulau Jawa bahkan sudah berkembang ke daerah-daerah lain terdapat tradisi kupatan. Tradisi membuat kupat ini biasanya dilakukan setelah hari raya Idul Fitri. Biasanya masyarakat berkumpul di suatu tempat seperti mushala dan masjid untuk mengadakan selamatan dengan hidangan yang didominasi kupat (ketupat). Kupat merupakan makanan yang terbuat dari beras dan dibungkus anyaman (longsong) dari janur kuning (daun kelapa yang masih muda). Sampai saat ini ketupat menjadi maskot Hari Raya Idul Fitri.
Ketupat memang sebagai makanan khas lebaran. Makanan itu ternyata bukan sajian pada hari kemenangan, tetapi punya makna mendalam dalam tradisi Jawa. Oleh para Wali, tradisi membuat kupat itu dijadikan sebagai sarana untuk syiar agama. Oleh sebagian besar masyarakat, kupat juga menjadi singkatan atau di-jarwo dhosok-kan menjadi rangkaian kata yang sesuai dengan momennya yaitu Lebaran. Kupat adalah singkatan dari ngaku lepat (kesalahan kesalahan) dan menjadi simbol untuk saling memaafkan.
d. Sekaten di Surakarta dan Yogyakarta
Tradisi Sekaten dilaksanakan setiap tahun di Keraton Surakarta Jawa Tengah dan Keraton Yogyakarta. Tradisi ini dilaksanakan dan dilestarikan sebagai wujud mengenang jasa-jasa para Walisongo yang telah berhasil menerapkan Islam di tanah Jawa. Peringatan yang lazim dinamai Maulud Nabi itu, oleh para wali disebut Sekaten, yang berasal dari kata Syahadatain (dua kalimat Syahadat). Tradisi ini sebagai sarana penyebaran agama Islam yang pada mulanya dilakukan oleh Sunan Bonang. Dahulu setiap kali Sunan Bonang membunyikan gamelan diselingi dengan lagu-lagu yang berisi ajaran agama Islam serta setiap pergantian menggulung gamelan diselingi dengan membaca syahadatain. Jadi, Sekaten diadakan untuk melestarikan tradisi para wali dalam memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw. Sebagai tuntunan bagi umat manusia, Nabi Muhammad melihat.
Dalam upacara sekaten tersebut disuguhkan gamelan pusaka peninggalan dinasti Majapahit yang telah dibawa ke Demak. Suguhan ini sebagai pertanda bahwa dalam berdakwah para wali mengemasnya dengan menjalin kedekatan kepada msyarakat.
e. Grebeg
Tradisi untuk mengiringi para raja atau pembesar kerajaan. Grebeg pertama kali diselenggarakan oleh keraton Yogyakarta oleh Sultan Hamengkubuwana ke-1. Grebeg dilaksanakan saat Sultan memiliki hajat dalem berupa menikahkan putra mahkotanya. Grebek di Yogyakarta di selenggarakan 3 tahun sekali yaitu: pertama grebek pasa-syawal diadakan setiap tanggal 1 Syawal bertujuan untuk menghormati Bulan Ramadhan dan Lailatul Qadr, kedua grebeg besar, diadakan setiap tanggal 10 dzulhijjah untuk mengatur hari raya kurban dan ketiga grebeg maulud setiap tanggal 12 Rabiul awwal untuk memperingati hari Maulid Nabi Muhammad saw. Selain kota Yogyakarta yang menyelenggarakan pesta grebeg adalah kota Solo, Cirebon dan Demak.
f. Grebeg Besar di Demak
Tradisi Grebeg Besar merupakan upacara tradisional yang setiap tahun dilaksanakan di Kabupaten Demak Jawa Tengah. Tradisi ini dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah bertepatan dengan datangnya Hari Raya Idul Adha atau Idul Kurban. Tradisi ini cukup menarik karena Demak merupakan pusat perjuangan Walisongo dalam dakwah. Pada awalnya Grebeg Besar dilakukan tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1428 Caka dan tak terkendali untuk memperingati genap 40 hari peresmian penyempurnaan Masjid Agung Demak. Mesjid didirikan oleh Walisongo pada tahun 1399 Caka, bertepatan 1477 Masehi. Tahun berdirinya masjid ini tertulis pada bagian Candrasengkala “Lawang Trus Gunaning Janmo”.
Pada tahun 1428 tertulis dalam Caka tersebut Sunan Giri meresmikanpenyempurnaan masjid Demak. Tanpa diduga pengunjung yang hadir sangat banyak. Kesempatan ini kemudian digunakan para Wali untuk melakukan dakwah Islam. Jadi, tujuan semula Grebeg Besar adalah untuk mengatur Hari Raya Kurban dan memperingati peresmian Masjid Demak.
g. Kerobok Maulid di Kutai dan Pawai Obor di Manado
Di kawasan Kedaton Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, juga diselenggarakan tradisi yang dinamakan Kerobok Maulid. Istilah Kerobok artinya berasal dari Bahasa Kutai yang berkerubun atau berkerumun oleh orang banyak. Tradisi Kerobok Maulid dipusatkan di halaman Masjid Jami 'Hasanuddin, Tenggarong. Tradisi ini dilaksanakan dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw., Tanggal 12 Rabiul Awwal.
Kegiatan Kerobok Maulid ini diawali dengan pembacaan Barzanji di Masjid Jami 'Hasanudin Tenggarong. Kemudian dari Keraton Sultan Kutai, puluhan prajurit Kesultanan akan keluar dengan membawa usung-usungan yang berisi kue tradisional, puluhan bakul Sinto atau
bunga rampai dan Astagona. Usung-usungan ini kemudian dibawa berkeliling antara Keraton dan Kedaton Sultan dan berakhir di Masjid Jami 'Hasanuddin. Kedatangan prajurit keraton dengan membawa Sinto, Astagona dan kue-kue di Masjid Hasanudin ini akan disambut dengan pembacaan Asrakal yang membagi-bagikannya kepada warga masyarakat yang ada di dalam Masjid. Akhir dari upacara Kerobok ini dengan penyampaian hikmah maulid oleh seorang ulama.
Lain di Kutai lain pula di Manado. Untuk memperingati Maulid nabi Muhammad saw. warga muslim di Kota Manado, Sulawesi Utara, menggelar tradisi pawai obor. Obor yang dibawa oleh orang berpawai oleh ribuan warga membuat jalan-jalan di Kota Manado terang. Bagi warga muslim
lokal pawai obor sudah jadi tradisi dan dilaksanakan turuntemurun sebagai simbol penerangan. Lebih lanjut simbol penerangan itu bahwa kelahiran Nabi Muhammad SAW. adalah ajaran ajaran yang menjadi cahaya penerang iman saat manusia hidup dalam kegelapan dan kemusyrikan.
h. Tradisi Rabu Kasan di Bangka
Tradisi Rabu Kasan dilaksanakan di Kabupaten Bangka setiap tahun, tepatnya pada hari rabu terakhir bulan Safar. Hal ini sesuai dengan namanya, yakni Rabu Kasan berasal dari Kara Rabu Pungkasan (terakhir).
Upacara Rabu Kasan sebenarnya tidak hanya dilakukan di Bangka saja, tetapi juga di daerah lain, seperti di Bogor Jawa Barat dan Gresik Jawa Timur. Pada nyata maksud dari tradisi ini sama, yaitu untuk memohon kepada Allah Swt. agar dijauhkan dari bala '(musibah dan bencana). Di Kabupaten Bangka, tradisi ini dipusatkan di desa Air Anyer,
Kecamatan Merawang. Sehari sebelum upacara Rabu Kasan di Bangka diadakan, semua penduduk telah menyediakan segala keperluan upacara tersebut seperti ketupat tolak balak, air wafak, dan makanan untuk dimakan bersama pada hari Rabu esok hari. Tepat pada hari Rabu Kasan, kira-kira pukul 07.00 WIB semua penduduk telah hadir di tempat upacara dengan membawa makanan dan ketupat tolak bala sebanyak jumlah keluarga masing-masing.
Acara diawali dengan seseorang di depan pintu masjid dan menghadap keluar lalu mengumandangkan adzan. Lalu disusul dengan pembacaan doa bersama-sama. Selesai berdoa semua yang hadir menarik atau melepaskan anyaman ketupat tolak balak yang telah tersedia tadi, satu persatu menurut jumlah yang dibawa menyebut nama keluarganya masing-masing. Kemudian kemudian hadirkan acara makan bersama. Setelah itu, masing-masing pergi mengambil air wafak yang telah disediakan untuk semua angngota keluarganya. Setelah acara selesai ini pulang dan bersilahturahmi ke rumah tetangga atau keluarganya.
i. Dugderan di Semarang
Tradisi dugderan merupakan tradisi khas yang dilakukan oleh masyarakat Semarang, Jawa Tengah. Tradisi Dugderan dilakukan untuk menyambut datangnya bulan puasa. Dugderan biasanya diawali dengan pemberangkatan peserta karnaval dari Balaikota Semarang.
Dugderan ritual akan dilaksanakan setelah shalat Asar yang diawali dengan musyawarah untuk menentukan awal bulan Ramadhan yang diikuti oleh para ulama. Hasil musyawarah itu kemudian diumumkan kepada khalayak. Sebagai tanda dimulainya berpuasa dilakukan pemukulan bedug. Hasil musyawarah ulama yang telah dibacakan itu kemudian diserahkan kepada Kanjeng Gubernur Jawa Tengah. Setelah itu Kanjeng Bupati Semarang (Walikota Semarang) dan Gubernur bersama-sama memukul bedug kemudian diakhiri dengan doa.
j. Budaya Tumpeng
Tumpeng adalah cara penyajian nasi beserta lauk-pauknya dalam bentuk kerucut. Nasi tumpeng umumnya berupa nasi kuning, atau nasi uduk. Cara penyajian nasi ini atau masyarakat Betawi keturunan Jawa, dan biasanya dibuat pada saat kenduri atau kejadian penting. Meskipun demikian, budaya tumpeng sudah menjadi tradisi nasional bangsa Indonesia. Tumpeng biasa disajikan di atas tampah (wadah tradisional) dan dialasi daun pisang. Ada tradisi tidak tertulis yang memberi bahwa pucuk dari kerucut tumpeng dihidangkan bagi orang yang dituakan dari orang-orang yang hadir. Ini menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. Saat ini budaya tumpeng sudah menjadi tradisi nasional bangsa Indonesia.