Jenis Zakat Mal, Nishab, dan Kadar Zakat

Jenis Zakat Mal, Nishab, dan Kadar Zakat

Author:
Price:

Read more

 



PAHAMI DAN RANGKUM DI BUKU CATATAN KALIAN


Berbeda dengan Zakat Fitrah, Zakat Maal adalah zakat harta yang wajib dikeluarkan seorang muslim sesuai dengan nishab dan haulnya. Waktu pengeluaran zakat jenis ini tidak dibatasi jadi bisa dikeluarkan sepanjang tahun ketika syarat zakat terpenuhi tidak seperti zakat fitrah yang hanya dikeluarkan ketika Ramadhan.


Zakat jenis ini yang akhirnya melahirkan banyak jenis zakat diantaranya : zakat penghasilan, perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, obligasi, tabungan, emas dan perak dan lainnya. Masing-masing jenis zakat memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.


A. Zakat Penghasilan/profesi

Jika kita mempunyai penghasilan perbulannya, sebaiknya kita mulai memikirkan berapa banyak zakat penghasilan kita. Zakat penghasilan merupakan zakat yang perlu dikeluarkan setiap kita mendapatkan penghasilan yang berupa harta atau uang. Sama dengan zakat mal yang memiliki jangka waktu satu tahun, namun zakat penghasilan juga bisa dikeluarkan perbulan dengan cara dicicil dan dengan perhitungan yang berbeda.

Nishab Zakat Pengahasilan profesi : 85 gram emas 

Kadar Zakat Penghasilan Profesi    : 2,5 % 

Dalam buku fiqih zakat karya DR Yusuf Qaradlawi. bab zakat profesi dan penghasilan, dijelaskan tentang cara mengeluarkan zakat penghasilan. Kalau kita klasifikasi ada tiga wacana: 

1. Pengeluaran bruto 

Pengeluaran Bruto yaitu mengeluarkan zakat penghasilan kotor. Artinya, zakat penghasilan yang mencapai nisab 85 gr emas dalam jumlah setahun, dikeluarkan 2,5 % langsung ketika menerima sebelum dikurangi apapun. 

Contoh :

Pak Mukidi Seorang Kariyawan Swasta dengah gaji tetap dalam sebulan mencapai Rp. 3.000.000,- dan tunjangan bulanan sebesar Rp. 3.000.000,-.

Total pengasilan kotor Pak Mukidi dalam sebulan didapat Rp. 6.000.000,- maka dalam 1 tahun (Rp. 6.000.000,- x 12 bulan = 72 Juta). 

Perhitungan Zakat Pak Mukidi :

Jika harga emas saat ini Rp. 622.000,-/gram, maka 85 x Rp. 622.000,- = Rp. 52.870.000,-. Sementara penghasilan tetap Pak Mukidi dalam 1 tahun mencapai Rp. 72.000.000,- artinya penghasilan Pak Mukidi sudah melewati batas minimal wajib zakat (nishab) dan wajib mengeluarkan zakat mal dengan perhitungan sebagai berikut :

Jika zakat penghasilan Pak Mukidi dikeluarkan per tahun (1 haul) :

Rp. 72.000.000,- x 2,5 % = Rp. 1.800.000,-/tahun.

Jika zakat penghasilan Pak Mukidi dikeluarkan per bulan :

Rp. 6.000.000,- 2,5 % = Rp. 150.000,-/bulan.

Jadi Jika Pak Mukidi mengeluarkan zakat penghasilan per tahun, maka wajib mengeluarkan Rp. 1.800.000,-/tahun kepada mustahiq zakat (8 golongan penerima zakat). dan jika zakat penghasilan dikeluarkan/bulan maka Pak Mukidi harus mengeluarkan Rp. 150.000,- kepada mustahiq zakat.

2. Dipotong operasional kerja.

Dipotong operasional kerja yaitu setelah menerima penghasilan gaji atau honor yang mencapai nisab, maka dipotong dahulu dengan biaya operasional kerja.

Contohnya,

Seorang yang mendapat gaji 2 juta  rupiah sebulan, dikurangi biaya transport dan konsumsi harian di tempat kerja sebanyak 500 ribu, sisanya 1.500.000. maka zakatnya dikeluarkan 2,5 dari 1.500.000= 37.500,- Hal ini dianalogikan dengan zakat hasil bumi dan kurma serta sejenisnya. Bahwa biaya dikeluarkan lebih dahulu baru zakat dikeluarkan dari sisanya. Itu adalah pendapat Imam Atho' dan lain-lain dari itu zakat hasil bumi ada perbedaan persentase zakat antara yang diairi dengan hujan yaitu 10%  dan melalui irigasi 5%.

3. Pengeluaran neto atau zakat bersih.

Pengeluaran neto atau zakat bersih yaitu mengeluarkan zakat dari harta yang masih mencapai nisab setelah dikurangi untuk kebutuhan pokok sehari-hari, baik pangan, papan, hutang dan kebutuhan pokok lainnya untuk keperluan dirinya, keluarga dan yang menjadi tanggungannya.

Jika penghasilan setelah dikurangi kebutuhan pokok masih mencapai nisab, maka wajib zakat, akan tetapi kalau tidak mencapai nisab ya tidak wajib zakat, karena dia bukan termasuk muzakki (orang yang wajib zakat) bahkan menjadi mustahiq (orang yang berhak menerima zakat)karena sudah menjadi miskin dengan tidak cukupnya penghasilan terhadap kebutuhan pokok sehari-hari.

Seorang yang mendapatkan penghasilan halal dan mencapai nisab (85 gr emas) wajib mengeluarkan zakat 2,5 %, boleh dikeluarkan setiap bulan atau di akhir tahun. Sebaiknya zakat dikeluarkan dari penghasilan kotor sebelum dikurangi kebutuhan yang lain. Ini lebih afdlal (utama) karena khawatir ada harta yang wajib zakat tapi tapi tidak dizakati.


B. Zakat Hasil Peternakan

Dalil yang menunjukkan adanya kewajiban zakat binatang ternak adalah hadis Nabi riwayat al-Bukhari dari Abī Żar, sebagai berikut:

مامن رجل تكون له ابل أوبقرأوغنم لا يؤ دّى حقّهاإلاّأوتي بهايوم القيامة اعظم ماتكون وأسمنه تطؤه بأخفافهاتنطحه بقرونها كلمّاجازت أخراهاردّت عليه اولاهاحتّى يقض بين النّاس

(H.R Bukhari)

Dari hadis tersebut di atas, jumhur ulama sepakat bahwa binatang yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah unta, sapi, kerbau dan kambing (dan sejenisnya).


   1. Nishab dan Kadar Zakat Unta

Jika aset mencapai 140 ekor unta, maka cara menghitung ukuran zakatnya adalah, setiap kelipatan 40 ekor, zakatnya 1 ekor unta betina umur 2 tahun, dan setiap kelipatan 50 ekor, zakatnya 1 ekor unta betina umur 3 tahun.

Contoh:

a. Aset 140 ekor, zakatnya adalah 2 ekor unta betina umur 3 tahun dan 1 ekor unta betina umur 2 tahun. Sebab, 140 ekor terdiri dari 50 ekor x 2, dan 40 ekor x 1.

b. Aset 150 ekor, zakatnya adalah 3 unta betina umur 3 tahun. Sebab, 150 ekor terdiri dari 50 ekor x 3.

c. Aset 160 ekor, zakatnya adalah 4 ekor unta betina umur 2 tahun. Sebab, 160 ekor unta terdiri dari 40 ekor x 3.

(Lihat Muhammad Nawawi ibn Umar, Qut al-Habib al-Gharib, Surabaya, al-Hidayah, halaman 102-103).

        2. Nishob dan Ukuran (kadar ) zakat Sapi

Setelah aset mencapai 60 ekor, maka setiap kelipatan 30, zakatnya 1 ekor sapi umur 1 tahun, dan setiap kelipatan 40, zakatnya 1 ekor sapi umur 2 tahun.

Contoh:

a. Aset 60 ekor sapi, zakatnya adalah 2 ekor sapi umur 1 tahun, sebab, 60 ekor terdiri dari 30 ekor x 2.

b. Aset 70 ekor sapi, zakatnya adalah 1 ekor sapi umur 1 tahun dan 1 ekor sapi umur 2 tahun. Sebab, 70 ekor sapri terdiri dari 30 ekor dan 40 ekor sapi.

c. Aset 120 ekor sapi, zakatnya adalah 4 ekor sapi umur 1 tahun atau 3 ekor sapi umur 2 tahun. Sebab, 120 ekor terdiri dari 30 ekor x 4 atau 40 ekor x 3.

(Lihat Muhammad Nawawi ibn Umar, Qut al-Habib al-Gharib, Surabaya, al-Hidayah, halaman 103-104).

        3. Nishon dan Ukuran Zakat Kambing

Setelah aset kambing mencapai 500 ekor, maka perhitungan zakatnya berubah, yaitu setiap kelipatan 100 zakatnya 1 ekor kambing umur 2 tahun atau 1 ekor domba umur 1 tahun.

Contoh:

a. Aset 500 ekor, zakatnya adalah 5 ekor kambing umur 2 tahun atau 5 ekor domba umur 1 tahun.

b. Aset 600 ekor, zakatnya adalah 6 ekor kambing umur 2 tahun atau 6 ekor domba umur 1 tahun. Khusus di dalam zakat binatang ternak dikenal istilah waqs, yaitu jumlah binatang yang berada di antara nishab dengan nishab di atasnya, semisal 130 ekor kambing yang berada di antara 121 ekor dengan 201 ekor. Pertambahan waqs ini tidak merubah ukuran zakat yang wajib dibayarkan kecuali telah mencapai nishab yang telah ditentukan.

Contohnya, jumlah aset 130 ekor kambing, zakatnya sama dengan aset 121 ekor kambing, yaitu 2 ekor kambing umur 2 tahun atau 2 ekor domba umur 1 tahun. Hal ini berbeda dengan zakat selain binatang ternak. Setiap tambahan aset bisa menambah ukuran zakat yang wajib dibayarkan. (Lihat Muhammad Nawawi ibn Umar, Qut al-Habib al-Gharib, Surabaya, al-Hidayah, halaman 104).

Menurut mazhab Syafi’i, zakat binatang ternak tidak boleh dibayarkan dalam bentuk uang. Namun menurut pendapat mazhab Hanafi, satu pendapat dalam mazhab Maliki dan satu riwayat dalam mazhab Hanbali, zakat ternak boleh dibayarkan dalam bentuk nominal uang sesuai dengan standar harga ukuran zakatnya. (Lihat Wuzarrah al-Auqaf wa as-Syu’un al-Islamiyah bi al-Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, Kuwait, Wuzarrah al-Auqaf al-Kuwaitiyah, jilid: XXIII, halaman: 298-299).

Begitulah perhitungan zakat binatang ternak yang disampaikan oleh para ulama’.

C. Zakat Pertanian

Ada banyak jenis tanaman pangan. Tanaman pangan yang manshush (tertuang dalam teks syariat) adalah tanaman pangan yang masuk kategori biji-bijian dan bisa disimpan dalam jangka waktu lama. Dengan begitu, maka yang masuk dalam kategori jenis tanaman wajib zakat adalah gandum, padi, jagung, dan jenis kacang-kacangan (al-ful). Adapun untuk jenis tanaman produktif, adalah tanaman yang bisa dimanfaatkan segi buahnya untuk tujuan diperdagangkan. Penekanan pada sisi buah ini dikarenakan asal dari teks syariat (nash), hanya menyebutkan zakat buah (tsimar). Contoh dari tanaman ini adalah kurma dan anggur.


Nisab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 750 kg. Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma, dll, maka nishabnya adalah 750 kg Beras dari hasil pertanian tersebut. 


Pendapat lain menyatakan 815 kg untuk beras dan 1.631 kg untuk yang masih dalam bentuk gabah keringAkan tetapi, jika hasil pertanian itu bukan merupakan bagian dari makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dll, maka nisabnya disetarakan dengan nilai nisab dari makanan pokok yang paling umum di daerah (negeri) tersebut (di negeri kita = beras/sagu/jagung/ubi/singkong). (sumber : Kiai Ma’shum, Fathu al-Qadir fi ‘Ajaib al-Maqadir, halaman 20-21)

Syariat Islam sebenarnya membagi zakat pertanian berdasar dua kategori lahan. Pertama, lahan tadah hujan (‘atsary), dan kedua lahan irigasi berbayar (dawalib). Namun, berbekal mencermati realitas di masyarakat, ada juga lahan yang di waktu musim penghujan, ia mendapat siraman air hujan dan sudah mencukupi. Namun, ketika musim kemarau, areal itu disirami dengan irigasi berbayar. Berbekal realita ini, maka para ulama memasukkan kategori lahan jenis ketiga, yaitu lahan dari irigasi campuran. Kita akan masuk dalam penjelasan masing-masing.

Dalam kitab Kifayatu al-Akhyar, Juz I, halaman 189 :

إن سقيت بدواليب أو غرب نصف العشر

Artinya: “Jika sebuah tanaman diairi dengan menggunakan gayung atau timba yang besar, maka zakatnya setengahnya sepersepuluh (5%)” (Kifayatu al-Akhyar, Juz I, halaman 189).   Dawalib memiliki makna dasar berupa gayung atau timba kecil. Artinya, untuk menyirami tanaman, dibutuhkan jerih payah mendatangkan airnya dan menyiramkannya. Andai perlu seorang pekerja untuk mendatangkan, maka pekerja tersebut menghendaki ujrah (upah). Upah masuk dalam rumpun mu’nah (biaya). Adanya biaya ini kemudian dijadikan illat bahwa semua kategori irigasi pertanian yang dilakukan dengan jalan mengeluarkan biaya, adalah masuk rumpun ma suqiyat bi dawalib (areal irigasi berbayar).   Qiyas di atas sebenarnya juga berangkat dari sebuah pengertian dalil asal berupa hadits Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam:

  فِيمَا سَقَتِ اَلسَّمَاءُ وَالْعُيُونُ, أَوْ كَانَ عَثَرِيًّا: اَلْعُشْرُ, وَفِيمَا سُقِيَ بِالنَّضْحِ: نِصْفُ اَلْعُشْرِ. - رَوَاهُ اَلْبُخَارِيّ  

Artinya: “Setiap areal yang mendapat siraman lagit, mata air, atau tadah hujan, maka zakatnya adalah 10%. Sementara areal yang disirami dengan memakai onta, maka zakatnya adalah 5%” (HR. Bukhari).   Alhasil, lahan tanaman yang diperoleh dari lahan irigasi berbayar, bila telah mencapai nishab dan haul, maka kewajiban zakatnya adalah 5%.

Contoh, jika satu tahun tadah hujan harus mengeluarkan zakat sebesar 10%, maka untuk lama 4 bulan irigasi tadah hujan, maka persentase zakatnya adalah sebesar: (4 bulan/12 bulan) x 10% = 3,33%. Untuk 8 bulan irigasi berbayar, maka persentase zakatnya adalah sebesar (8 bulan/12 bulan) x 5% = 3,33 %. Total persentase tadah hujan ditambah total persentase irigasi berbayar = 3.33% + 3.33%, sehingga total 6,66%.


D. Zakat Perniagaan


Zakat perniagaan adalah zakat yang dikeluarkan dari harta niaga. Sedangkan harta niaga adalah harta atau aset yang diperjualbelikan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan. Dengan demikian maka dalam harta niaga harus ada 2 motivasi:

1.   Motivasi untuk berbisnis (diperjualbelikan) dan

2.   Motivasi mendapatkan keuntungan

Sabda Rasulullah SAW:

عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ قَالَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ رَسُولَ اللهِ كَانَ يَأْمُرُنَا أَنْ نُخْرِجَ الصَّدَقَةَ مِنَ الَّذِي نُعِدُّ لِلْبَيْعِ

“Dari Samurah bin Jundub Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salla memerintahkan kami untu mengeluarkan sedekah (zakat) dari barang yang kami sediakan untuk perniagaan” [HR. Abu Daud no. 1587, Baihaqi 4/141-147).

Azas Pendekatan Zakat Perniagaan

1. Nishabnya 85 gram emas dan kadar zakatnya 2,5%
2. Acuan perhitungan yang digunak annual report basis
3. Komoditas yang diperdagangkan halal
4. Diperhitungkan ” before tax”
5. Usaha tersebut telah berjalan selama 1 tahun Hijriyah
6. Kadar yang dikeluarkan adalah 2,5%
7. Jika tidak memungkinkan membayar zakat dalam bentuk uang, maka dapat menggantinya dengan materi lain yang bernilai dan dapat diperjualbelikan kepada pihak lain
8. Dikenakan pada perdagangan maupun perseroan.

Perhitungan Zakat:

Modal diputar + keuntungan + piutang) – (hutang Jatuh tempo) x 2,5% = Zakat
Contoh :

Bapak A memiliki a'set usaha senilai Rp200.000.000,- dengan hutang jangka pendek senilai Rp50.000.000,-. Jika harga emas saat ini Rp622.000,-/gram, maka nishab zakat senilai Rp52.870.000,-. Sehingga Bapak A sudah wajib zakat atas dagangnya. Zakat perdagangan yang perlu Bapak A tunaikan sebesar 2,5% x (Rp200.000.000,- - Rp50.000.000,-) = Rp3.750.000,-.

Sumber materi : islam.nu.id, wikipedia.org, baznas.go.id


0 Reviews